Politik Pencitraan Sudah Bukan Zamannya Lagi

Kabar kito, [MEDAN] Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Bidang Pemuda dan Olahraga, Maruarar Sirait SIP menilai, politik pencitraan sudah tidak zaman lagi saat ini hingga pada Pemilu 2014. Masyarakat Indonesia dinilai sudah pintar memandang politik, sehingga cenderung memilih pemimpin yang berbasis kinerja dan kompetensi (kemampuan).    

Kondisi itu dinilai terbukti pada pemilihan kepala daerah (pilkada) Gubernur DKI Jakarta yang memenangkan pasangan yang diusung PDI-P dan Gerinda, Jokowi-Ahok.  

“Tradisi jauh-jauh berkampanye untuk pencitraan, sudah terpatahkan. Selamat tinggal politik pencitraan, selamat datang pemimpin yang berbasis kinerja dan kompetensi. Ini menjadi tantangan para kader partai, khususnya PDI-P untuk terus jauh-jauh hari berbuat memperjuangkan kepentingan rakyat berdasarkan pluralisme,” ujar Maruarar Sirait, seusai melantik Satuan Mahasiswa (Satma) Taruna Merah Putih Kota Medan dan Tebing Tinggi di Polonia Hotel Medan, Minggu (21/10).  

Menurut Ketua Umum Taruna Merah Putih tersebut, PDI-P tetap konsisten mendorong para kader, termasuk kalangan pemuda, untuk berkiprah dalam kepemimpinan di daerah maupun tingkat nasional dengan mengedepankan kualitas, kinerja, dan kompetensi.

Berdasarkan konsolidasi, kaderisasi, dan program kerja maupun advokasi yang dilakukan Taruna Merah Putih di 33 provinsi di Indonesia, Maruarar bahkan menargetkan meraih 42% suara kalangan pemuda dan pemilih pemula usia 17-21 tahun dari total 220 juta penduduk pada Pemilu 2014.  

“Sebagai contoh, PDI-P sudah berhasil mengusung kader mudanya dalam pilkada DKI Jakarta dan Banten. Mudah-mudahan di Sumut 2013 nanti, kader PDI-P bisa menjadi gubernur dan wakil gubernur,” ujarnya.  

Ditambahkan, PDI-P memiliki standar yang jelas dalam mengusung calon pemimpin. “Motto PDI-P jelas. Kader kita adalah pelopor bukan pelapor. Pelopor tentunya berbasis kinerja. Sedangkan pelapor adalah pembisik dan penjilat. Dan para penjilat di dalam partai sebaiknya harus disingkirkan,” tegasnya.  

Meski demikian, Maruarar mengakui, dalam memperjuangkan kepentingan rakyat, masih banyak pekerjaan rumah yang harus di benahi dalam partai berlambang banteng tersebut. “Tetapi ke depan, panggung politik harus buat yang bekerja dan kredibel di depan publik,” tegas Maruarar.  

Paham Baru

Sementara itu, Wakil Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) H Eddy Yusuf meminta kepada seluruh dinas dan juga instasi yang ada di Sumsel untuk bersiap dan juga mengantisipasi segala kemungkinan yang bisa terjadi akibat perubahan kepemimpinan yang akan terjadi pada pemilihan kepala daerah (pilkada) maupun pemilu presiden (Pilpres) yang akan datang.  

Hal ini diingatkan oleh Wagub untuk mengantisipasi masuknya paham baru, akibat pergantian presiden ataupun gubernur. ”Kita semua harus mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi akibat pilpres mendatang. Biasanya, jika pergantian pemimpin, khususnya setingkat presiden, akan sangat rentan untuk masuknya paham baru di masyarakat karena setiap pemimpin pastinya membawa sifat tersendiri,” ujar Wagub saat diwawancara di ruang kerjanya, Senin (22/10).  

Meskipun begitu, Eddy meyakini jika hal yang sama tidak akan banyak berpengaruh jika pergantian pemimpin tersebut terjadi di tingkat provinsi atau skala gubernur dan bupati/wali kota. Sebab, kebijakan baru yang biasanya dibawa oleh bupati atau wali kota biasanya tidak mempengaruhi provinsi lain.

Secara spesifik, Eddy mengungkapkan jika paham baru yang rentan dibawa oleh pemimpin baru setingkat presiden umumnya terjadi di dalam paham ekonomi. “Untuk bidang lain, pada umumnya tidak akan banyak berbeda. Kebijakan ekonomi yang dibawa oleh pemimpin baru umumnya sangat berpengaruh terhadap arah kebijakan secara nasional,” katanya. [133]

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama